Home » Berita Cetak
Solusi Pemberantasan Narkoba
Sriwijaya Post - Kamis, 10 Mei 2012 10:00 WIB
More Sharing ServicesShare | Share on facebook Share on myspace Share on google Share on twitter
Tri Septio Ningsih
Mahasiswa Semester VI Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Muhammadiyah Palembang
Penyalahgunaan dan peredaran narkoba secara tertutup (black market) menunjukkan semakin meningkatnya tingkat kriminalitas dari hari ke hari yang akan berpengaruh pada kondisi kehidupan masyarakat luas termasuklah masyarakat Indonesia.
Di Indonesia, pemerintah selalu berusaha menekan dan mengurangi jumlah kriminalitas yang terjadi, satu di antaranya yaitu kriminalitas yang diakibatkan oleh penyalahgunaan narkoba. Penyalahgunaan narkoba oleh masyarakat yang minim akan pengetahuan terhadap bahaya yang terjadi jika menggunakan narkoba tentu, akan mengganggu stabilitas keamanan kehidupan masyarakat. Gangguan itu baik dalam keluarga, tetangga juga lingkungan tempat tinggal.
Narkoba adalah singkatan dari Narkotika dan obat berbahaya, narkoba jika ditarik dari sejarah penggunaannya sebenarnya merupakan satu jenis obat penghilang rasa sakit yang sudah dikenal sejak 50.000 tahun lalu dan terbuat dari sari bunga opium (Papauor Samnifertium) yang diketemukan sekitar 2000 SM oleh bangsa Sumeria. Sari bunga opium digunakan untuk membantu orang-orang yang sulit tidur dan meredakan rasa sakit. Dalam perkembangannya, pada tahun 1805, seorang dokter berkebangsaan Jerman bernama Friedrich Wilhelm menemukan senyawa opium amaniak yang kemudian diberi nama morfin (morphine) dimana nama morphine sendiri diambil dari nama dewa Yunani yaitu Morphius yang berarti dewa mimpi. Morfin diperkenalkan sebagai pengganti dari opium yang merupakan candu mentah. Di India dan Persia, Candu di perkenalkan oleh Alexander The Great pada 330 SM, dimana pada waktu itu candu digunakan sebagai tambahan bumbu pada masakan yang bertujuan untuk relaksasi tubuh.
Dalam perkembangannya, disertai dengan berkembangnya perindustrian dunia, pada tahun 1898 narkotika diproduksi secara masal oleh produsen obat ternama Jerman, Bayer. Pabrik itu memproduksi obat untuk penghilang rasa sakit dan kemudian memberi nama obat itu dengan sebutan heroin. Pada tahun itulah narkotika kemudian digunakan secara resmi dalam dunia medis untuk pengobatan penghilang rasa sakit.
Ditemukan dan dikembangnya narkotika tidak lain dan tidak bukan pada dasarnya adalah untuk kepentingan medis (pengobatan), namun seiring berkembangnya hubungan internasional yang menyangkut di dalamnya dunia politik. Berkembangnya narkotika tidak lepas menjadi sasaran politik orang-orang yang ingin meraup keuntungan, menjadikan narkoba sebagai lahan bisnis yang menguntungkan dengan menambah zat-zat adiktif yang berbahaya. Zat-zat tersebut tentu dapat mengancam kehidupan masyarakat, terlihat jelas dengan menambahkan zat adiktif menandakan awal mulanya penyalahgunaan narkoba yang tadinya dimanfaatkan sebagai penghilang rasa sakit kemudian menjadi obat yang membuat seseorang mengalami ketergantungan. Penambahan zat adiktif berbahaya dapat memicu seseorang menjadi berhalusinasi semakin tinggi dan kecanduan yang dapat merusak jaringan syaraf dan organ-organ tubuh seseorang sehingga pada akhirnya berimbas pada kematian.
Pada tahun 1906, dalam mengatasi penyalahgunaan narkoba, Amerika Serikat turut serta dalam membuat undang-undang yang meminta farmasi memberikan label yang jelas untuk setiap kandungan dari obat yang diproduksi. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui ada atau tidaknya kandungan opium yang ada dalam obat yang diproduksi tersebut. Pada tahun 1914, dibuatlah peraturan yang mengharuskan peraturan pemakai dan penjual narkoba wajib untuk membayar pajak. Melarang memberikan narkotika kepada pecandu yang tidak ingin sembuh serta menahan paramedis dan menutup tempat rehabilitasi. Pada tahun 1923, Amerika juga melarang penjualan bentuk narkotika terutama heroin. Dilarangnya penjualan narkotika inilah yang menjadi awal penjulan/perdagangan gelap terhadap narkotika yang berdiri di Chinatown, New York. Perdagangan gelap narkotika seiring berkembangnya pasar global maka pada akhirnya menyebar ke seluruh penjuru dunia termasuklah ke Indonesia.
Di Indonesia, pada awalnya narkoba merupakan permasalahan kecil dan pemerintah Orba pada saat itu memandang bahwa masalah narkoba tidak akan berkembang karena melihat dasar Indonesia yaitu Pancasila dan Agamais. Pandangan pemerintah itu telah membuat pemerintah dan seluruh bangsa Indonesia lengah terhadap ancaman bahaya penyalahgunaan narkoba.
Dalam mengatasi permasalahan narkoba yang semakin menunjukkan intensitasnya, Pemerintah Indonesia dengan Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Berdasarkan kedua Undang-undang tersebut, Pemerintah membentuk Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN), dengan Keputusan Presiden Nomor 116 Tahun 1999. BKNN adalah suatu Badan Koordinasi penanggulangan narkoba yang kemudian berubah nama menjadi Badan Narkotika Nasional. Untuk provinsi dan kabupaten dalam menangani permasalahan narkoba, maka dibentuklah Badan Narkotika Provinsi dan Badan Narkotika Kabupaten. Penyuluhan-penyuluhan dan sosialisasi dari badan narkotika kiat digencarkan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat akan bahaya penyalahgunaan narkoba yang mengancam kehidupan orang banyak.
Sampai tahun 2012 ini saja, penggunan narkoba di Indonesia mencapai 5 juta orang. Penggunaan narkoba akan semakin meningkat setiap tahunnya jika tidak ada penanggulangan terhadap penggunaan narkoba, kerja keras pemerintah serta kesadaran masyarakat akan bahaya penggunaan narkoba harus selalu dilakukan dengan cara terus bekerjasama dalam memberantas penyalahgunaan narkoba yang semakin hari terus bertambah dan mengancam jiwa manusia.
Sumber : Sriwijaya Post
Solusi Pemberantasan Narkoba
Sriwijaya Post - Kamis, 10 Mei 2012 10:00 WIB
More Sharing ServicesShare | Share on facebook Share on myspace Share on google Share on twitter
Tri Septio Ningsih
Mahasiswa Semester VI Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Muhammadiyah Palembang
Penyalahgunaan dan peredaran narkoba secara tertutup (black market) menunjukkan semakin meningkatnya tingkat kriminalitas dari hari ke hari yang akan berpengaruh pada kondisi kehidupan masyarakat luas termasuklah masyarakat Indonesia.
Di Indonesia, pemerintah selalu berusaha menekan dan mengurangi jumlah kriminalitas yang terjadi, satu di antaranya yaitu kriminalitas yang diakibatkan oleh penyalahgunaan narkoba. Penyalahgunaan narkoba oleh masyarakat yang minim akan pengetahuan terhadap bahaya yang terjadi jika menggunakan narkoba tentu, akan mengganggu stabilitas keamanan kehidupan masyarakat. Gangguan itu baik dalam keluarga, tetangga juga lingkungan tempat tinggal.
Narkoba adalah singkatan dari Narkotika dan obat berbahaya, narkoba jika ditarik dari sejarah penggunaannya sebenarnya merupakan satu jenis obat penghilang rasa sakit yang sudah dikenal sejak 50.000 tahun lalu dan terbuat dari sari bunga opium (Papauor Samnifertium) yang diketemukan sekitar 2000 SM oleh bangsa Sumeria. Sari bunga opium digunakan untuk membantu orang-orang yang sulit tidur dan meredakan rasa sakit. Dalam perkembangannya, pada tahun 1805, seorang dokter berkebangsaan Jerman bernama Friedrich Wilhelm menemukan senyawa opium amaniak yang kemudian diberi nama morfin (morphine) dimana nama morphine sendiri diambil dari nama dewa Yunani yaitu Morphius yang berarti dewa mimpi. Morfin diperkenalkan sebagai pengganti dari opium yang merupakan candu mentah. Di India dan Persia, Candu di perkenalkan oleh Alexander The Great pada 330 SM, dimana pada waktu itu candu digunakan sebagai tambahan bumbu pada masakan yang bertujuan untuk relaksasi tubuh.
Dalam perkembangannya, disertai dengan berkembangnya perindustrian dunia, pada tahun 1898 narkotika diproduksi secara masal oleh produsen obat ternama Jerman, Bayer. Pabrik itu memproduksi obat untuk penghilang rasa sakit dan kemudian memberi nama obat itu dengan sebutan heroin. Pada tahun itulah narkotika kemudian digunakan secara resmi dalam dunia medis untuk pengobatan penghilang rasa sakit.
Ditemukan dan dikembangnya narkotika tidak lain dan tidak bukan pada dasarnya adalah untuk kepentingan medis (pengobatan), namun seiring berkembangnya hubungan internasional yang menyangkut di dalamnya dunia politik. Berkembangnya narkotika tidak lepas menjadi sasaran politik orang-orang yang ingin meraup keuntungan, menjadikan narkoba sebagai lahan bisnis yang menguntungkan dengan menambah zat-zat adiktif yang berbahaya. Zat-zat tersebut tentu dapat mengancam kehidupan masyarakat, terlihat jelas dengan menambahkan zat adiktif menandakan awal mulanya penyalahgunaan narkoba yang tadinya dimanfaatkan sebagai penghilang rasa sakit kemudian menjadi obat yang membuat seseorang mengalami ketergantungan. Penambahan zat adiktif berbahaya dapat memicu seseorang menjadi berhalusinasi semakin tinggi dan kecanduan yang dapat merusak jaringan syaraf dan organ-organ tubuh seseorang sehingga pada akhirnya berimbas pada kematian.
Pada tahun 1906, dalam mengatasi penyalahgunaan narkoba, Amerika Serikat turut serta dalam membuat undang-undang yang meminta farmasi memberikan label yang jelas untuk setiap kandungan dari obat yang diproduksi. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui ada atau tidaknya kandungan opium yang ada dalam obat yang diproduksi tersebut. Pada tahun 1914, dibuatlah peraturan yang mengharuskan peraturan pemakai dan penjual narkoba wajib untuk membayar pajak. Melarang memberikan narkotika kepada pecandu yang tidak ingin sembuh serta menahan paramedis dan menutup tempat rehabilitasi. Pada tahun 1923, Amerika juga melarang penjualan bentuk narkotika terutama heroin. Dilarangnya penjualan narkotika inilah yang menjadi awal penjulan/perdagangan gelap terhadap narkotika yang berdiri di Chinatown, New York. Perdagangan gelap narkotika seiring berkembangnya pasar global maka pada akhirnya menyebar ke seluruh penjuru dunia termasuklah ke Indonesia.
Di Indonesia, pada awalnya narkoba merupakan permasalahan kecil dan pemerintah Orba pada saat itu memandang bahwa masalah narkoba tidak akan berkembang karena melihat dasar Indonesia yaitu Pancasila dan Agamais. Pandangan pemerintah itu telah membuat pemerintah dan seluruh bangsa Indonesia lengah terhadap ancaman bahaya penyalahgunaan narkoba.
Dalam mengatasi permasalahan narkoba yang semakin menunjukkan intensitasnya, Pemerintah Indonesia dengan Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Berdasarkan kedua Undang-undang tersebut, Pemerintah membentuk Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN), dengan Keputusan Presiden Nomor 116 Tahun 1999. BKNN adalah suatu Badan Koordinasi penanggulangan narkoba yang kemudian berubah nama menjadi Badan Narkotika Nasional. Untuk provinsi dan kabupaten dalam menangani permasalahan narkoba, maka dibentuklah Badan Narkotika Provinsi dan Badan Narkotika Kabupaten. Penyuluhan-penyuluhan dan sosialisasi dari badan narkotika kiat digencarkan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat akan bahaya penyalahgunaan narkoba yang mengancam kehidupan orang banyak.
Sampai tahun 2012 ini saja, penggunan narkoba di Indonesia mencapai 5 juta orang. Penggunaan narkoba akan semakin meningkat setiap tahunnya jika tidak ada penanggulangan terhadap penggunaan narkoba, kerja keras pemerintah serta kesadaran masyarakat akan bahaya penggunaan narkoba harus selalu dilakukan dengan cara terus bekerjasama dalam memberantas penyalahgunaan narkoba yang semakin hari terus bertambah dan mengancam jiwa manusia.
Sumber : Sriwijaya Post
No comments:
Post a Comment