Selamat Datang di "Reformasi Dunia" Insya Allah dapat memberikan manfaat positif bagi pembaca

Saturday, April 7, 2012

Gerakan Rakyat Indonesia

Latar Belakang
Membicarakan Indonesia, kita selalu diajak untuk kembali ingat akan sejarah yang di alami bangsa ini, salah satu dari periode sejarah yang di alami bangsa Indonesia adalah zaman penjajahan (kolonialisme) yang ditandai dengan masuknya bangsa Eropa terutama Belanda yang menginginkan rempah-rempah, namun sebelum kolonialisasi oleh bangsa Eropa itu sendiri terlebih dahulu sudah ada bangsa Eropa lain yang membuat Nusantara (Indonesia) itu menjadi terkenal dengan kekayaan alamnya. Bangsa itu adalah bangsa Portugis, bangsa Eropa yang melakukan penjelajahan samudera dimana salah satu dari tujuan penjelajahan itu adalah untuk menemukan sumber rempah-rempah yang menjadi komoditi perdagangan yang sangat mahal pada masa itu.
Terkenalnya Nusantara (Indonesia) atau Hindia-Belanda sebagai sumber penghasil rempah-rempah membuat bangsa Eropa lainnya berlomba-lomba untuk datang mencari sumber rempah yang akan di bawa pulang ke daerah asalnya (Eropa) untuk di perdagangkan. Satu diantaranya adalah bangsa Belanda, pemerintah Belanda melalui keputusan sidang Staten Generaal (Parlemen) memberikan kekuasaan penuh kepada sebuah perserikatan kongsi dagang Belanda di Hindia Timur, yaitu VOC (Verenidge Oost-Indische Compagnie). Langkah pertama orang-orang Belanda pada tahun 1605 adalah mengambil alih posisi orang-orang Portugis di Kepulauan Amboina (Maluku Selatan), pada tahun 1619 mereka berhasil mendirikan Bandar Jayakarta sekaligus merubah namanya menajadi Batavia (sekarang Jakarta) yang berfungsi sebagai basis perdagangan dan kekuasaan politik di Indonesia. (Depdikbud, 1993:10)
Tujuan utama dibentuknya VOC itu adalah untuk mempertahankan hak monopolinya terhadap perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Cara yang dilakukan untuk mempertahankan monopolinya adalah dengan melakukan ancaman kekerasan terhadap penduduk penghasil rempah-rempah dan terhadap orang yang non-Belanda yang mencoba berdagang dengan para penduduk tersebut. Hak monopoli yang diberlakukan oleh VOC membuat penguasa di Indonesia menjadi gerah dan membuat VOC terlibat konflik dengan penguasa setempat.


Seiring berjalannya waktu dan kekuasan VOC di Indonesia, pada pertengahan abad-18, VOC mengalami kemunduran. Pada akhir abad-18, tepatnya tanggal 31 Desember 1799, VOC dibubarkan dan pemerintah kolonial di Indonesia mulai dikendalikan langsung oleh pemerintah Belanda, meskipun begitu sebenarnya Indonesia secara tidak langsung di kuasai oleh Perancis, hal ini di karenakan sejak Belanda jatuh ke tangan Perancis, Belanda diubah namannya menjadi Republik Bataaf dan dipimpin oleh adik kaisar Napoleon Bonaparte bernama Louis Napoleon. Pada tanggal 1 Januari 1808, Louis Napoleon mengutus Herman W. Deandles ke Pulau Jawa dan mengangkatnya menjadi Gubernur Jenderal untuk berkuasa di Indonesia serta mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris. (Depdikbud, 1993:57)
Kebijakan-kebijakan banyak ditetapkan Deandles selama kepemimpinannya di Pulau Jawa. Terhadap raja di Jawa, Deandles bertindak keras, di mata Deandles semua raja pribumi harus mengakui raja Belanda sebagai junjungannya. Kebijakan Deandles tersebut membuat raja kraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono II memberontak. Kebijakan Deandles lainnya adalah pembangunan Jalan Raya dari anyer sampai panarukan untuk kelancaran pertahanan militernya. Pembangunan jalan raya ini dikerjakan oleh penduduk pribumi, pembangunan jalan raya ini menggunakan sistem kerja paksa (kerja rodi) yang banyak menimbulkan kontroversi namun pada akhirnya pembuatan jalan raya itu selesai. Sistem kerja paksa yang diterapkan Deandles ini menimbulkan kebencian dari rakyat pribumi. Pada tahun 1811, pemerintahan Deandles berakhir karena kekuasaan di Pulau Jawa jatuh ke tangan Pemerintahan Inggris.
Pemerintahan Inggris di Pulau Jawa dipimpin oleh Gubernur Jenderal bernama Sir Thomas Stamforld Raffles mulai tahun 1811-1816, selama kepemimpinannya Raffles mengubah sistem yang dijalankan oleh pemerintah kolonial Belanda. Raffles menetapkan kebijakan landrente (sistem sewa tanah), kebijakan ini disebut juga sebagai sistem pajak tanah dimana rakyat atau petani harus membayar uang pajak (sewa) karena semua tanah sewaan dianggap milik pemerintah Inggris. Dalam pelaksanaanya, kebijakan atau sistem yang diterapkan oleh Raffles ini mengalami kegagalan. Perubahan politik yang terjadi di Eropa mengakhiri pemerintahan Raffles di Indonesia. Pada tahun 1814, Napoleon Bonaparte akhirnya menyerah kepada Inggris. Belanda akhirnya lepas dari tangan Perancis, sehingga Inggris dan Belanda mengadakan pertemuan di London. Pertemuan ini menghasilkan kesepakatan yang tertuang dalam Convention of London (1814) yang isinya adalah Belanda memperoleh kembali daerah jajahannya yang dulu direbut Inggris. Status Indonesia dikembalikan sebagaimana dulu sebelum perang, yaitu di bawah kekuasaan Belanda. Penyerahan wilayah Hindia Belanda dari Inggris kepada Belanda berlangsung di Batavia pada tanggal 19 Agustus 1816.
Sekembalinya Hindia-Belanda ke tangan Belanda, Sistem tanam paksa (cultuurstelsel) mulai diterapkan. Sistem tanam paksa yang diterapkan pemerintah Belanda membuat penderitaan rakyat pribumi semakin merajalela sehingga pada akhirnya membuat kebencian mendalam dari rakyat pribumi terhadap monopoli yang dijalankan oleh pemerintah Belanda, kebencian rakyat pribumi menumbuhkan kesadaran untuk bebas dari cengkraman tangan penjajah. Kaum terpelajar pribumi yang beruntung karena bisa menikmati bangku pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kolonial pada akhirnya menyadari bahwa kepedulian akan kebebasan dari jeratan penjajahan harus di akhiri.
Kepedulian akan nasib bangsa Indonesia telah membuat kaum terpelajar pribumi membentuk suatu organisasi pergerakan. Dalam perkembangannya, banyak organisasi pergerakan yang dibentuk oleh pelajar pribumi meskipun asas dan cara perjuangan yang berbeda tapi mempunyai satu tujuan yang sama yaitu mencapai kemerdekaan Indonesia dan bebas dari jeratan jajahan bangsa asing. Satu dari organisasi pergerakan itu adalah Gerakan Rakyat Indonesia (GERINDO) yang memiliki tujuan menumbuhkan rasa nasionalisme dalam mencapai kemerdekaan Indonesia.

Pengertian Gerindo
Gerindo atau Gerakan Rakyat Indonesia merupakan salah satu dari organisasi pergerakan atau partai yang didirikan oleh Sartono, mempunyai tujuan sama seperti organisasi pergerakan lainnya yaitu mencapai kemerdekaan Indonesia, mencapai bentuk pemerintahan berdasarkan kemerdekaan lapangan politik, ekonomi dan sosial. Selain dari itu Gerindo ini juga mempunyai tujuan diantaranya untuk memperkuat perekonomian Indonesia agar kehidupan masyarakat Indonesia berpindah ke taraf kehidupan yang lebih baik, mengangkat kesejahteraan kaum buruh serta memberi bantuan kepada kaum pengangguran. Tujuan dari Gerindo itu pada dasarnya untuk menimbulkan rasa nasionalisme di dalam hati masyarakat Indonesia.

Sejarah Singkat Pembentukan Gerindo
Gerindo berdiri pada tanggal 24 Mei 1937 di Jakarta. Gerindo itu dibentuk oleh bekas-bekas anggota Partindo. Pembentukan Gerindo pada Mei 1937 merupakan respons terhadap bahaya fasisme yang mengancam demokrasi. Fasisme yang didasarkan pada ikatan darah, kebudayaan dan keturunan melaui sistem partai tunggal sehingga akhirnya dapat menimbulkan kekacauan situasi dan mengambil alih kekuasaan politik.
Gerakan Rakyat Indonesia juga terbentuk karena organisasi pergerakan sebelumnya yaitu Partai Indonesia mengalami permasalahan dan konflik dalam tubuh organisasinya sehingga Partindo dibubarkan. Adapun permasalahan dan konflik yang terjadi dalam tubuh Partindo adalah ketika Partindo menggunakan suatu daftar usaha, lengkap mengenai hal-hal sosial, ekonomi dan politik yang semuanya harus meratakan jalan dalam artian menyamakan semua derajat untuk menuju Republik Indonesia. Oleh pemerintah kolonial Belanda, pemerintah kolonial Belanda melakukan tindakan dengan memperkeras pengawasan polisi dalam rapat-rapat yang di jalankan Partindo, memberikan larangan bagi pegawai negeri menjadi anggota partai, larangan mengadakan persidangan di seluruh Indonesia, penangkapan kembali Ir. Soekarno yang telah keluar dari penjara lalu ditangkap dan diasingkan ke Flores. Penangkapan kembali atas pemimpin besar Partindo itu menyebabkan Partindo masuk ke dalam suatu masa yang tidak melakukan suatu aksi/kegiatan sehingga banyak kalangan partai menyuarakan agar Partindo dibubarkan dan minta untuk didirikannya partai yang baru. (A.K. Pringgodigdo,1991:131)
Dibubarnya Partindo pada pertengahan November 1936 membuat ketua Partindo yaitu Sartono di bantu dengan Sanusi Pane dan Moh. Yamin kembali membuat organisasi pergerakan yang baru, organisasi itu diberi nama Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo). Gerindo dibentuk dengan tujuan hampir sama seperti Partai Indonesia, namun Gerindo ini menjujung asas kooperatif maksudnya mau berkerja bersama-sama dengan pemerintah jajahan tetapi Gerindo tetap bersikap tegas terhadap pemerintah Belanda sebagai perkumpulan untuk masyarakat umum yang berusaha mencapai bentuk pemerintahan negara berdasarkan kemerdekaan di lapangan politik, ekonomi dan sosial.

Sistem Politik Gerindo
Dengan lahirnya Gerindo, partai sayap kiri Pergerakan Nasional dengan wajahnya yang baru, yaitu kooperasi. Asas Gerindo yaitu kebangsaan kerakyatan. Gerindo berjuang untuk mencapai kemerdekaan Nasional. Asas kebangsaan Gerindo tidak didasarkan atas dasar satu darah, satu turunan. Asas kerakyatan yaitu demokrasi dalam berbagai lapangan masyarakat yaitu demokrasi politik, demokrasi ekonomi dan demokrasi sosial. Menurut Gerindo, yang menjadi pedoman partai adalah asas dan tujuan partai, setiap anggota harus tunduk pada aturan partai.
Aktivitas di bidang pertama kali ditunjukkan dengan sikapnya terhadap Petisi Sutarjo, Gerindo menyokong bagian Petisi yang menuju konferensi imperial dimana utusan-utusan Belanda dan Indonesia yang mempunyai hak sama untuk memusyawarakan kedudukan Indonesia. Partai ini juga menyusun kekuatan dalam dewan-dewan, sehingga mengikutsertakan wakil-wakilnya dalam dewan-dewan untuk menjalankan kewajiban sesuai keinginan rakyat. (Warwati Djioened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, 2009:378-379)

Program Kerja Gerakan Rakyat Indonesia
Sebagai suatu organisasi pergerakan yang baru, Gerindo yang mempunyai tujuan untuk kesejahteraan masyarakat di bidang politik sosial dan ekonomi tentu harus memiliki suatu program kerja agar organisasi itu benar-benar menjadi sebuah organisasi yang peduli akan nasib bangsa untuk kehidupan yang lebih baik. Gerindo yang didirikan pada tanggal 24 Mei 1937, melaksanakan program kerjanya yaitu mengadakan kongres pertama pada tanggal 20-24 Juli 1938 di Jakarta, kongres itu dilaksanakan sebagai bentuk kerja nyata dari suatu organisasi pergerakan yang peduli terhadap perubahan sosial dalam masyarakat pribumi. Dalam kongres pertama itu, menghasilkan pembentukan PERI (Penuntun Ekonomi Rakyat Indonesia) yang merupakan perkumpulan ekonomi berdasarakan demokratis nasionalisme. Program kerja PERI diantaranya adalah memperbaiki harga-harga hasil bumi dan menurunkan harga-harga barang keperluan rakyat dan perluasan kesempatan kerja.
Pada tanggal 1-2 Agustus 1939, setelah kongres yang pertama, kongres kedua dilaksanakan di Palembang, dalam kongres ini diambillah keputusan berupa penerimaan Peranakan (Peranakan Eropa, Peranakan Tionghoa dan Peranakan Arab) untuk menjadi anggota partai itu. Jelas bahwa usaha Gerakan Rakyat Indonesia ialah memperteguh ekonomi Indonesia untuk memperkuat pertahanan negeri. Dalam kongres yang kedua, Gerakan Rakyat Indonesia juga berusaha untuk mencapai adanya aturan menentukan batas upah yang rendah dan tunjangan bagi para pengangguran. Keputusan lain yang diambil Gerakan Rakyat Indonesia lainnya adalah menyetujui masuknya Gerakan Rakyat Indonesia kedalam GAPI (Gabungan Politik Indonesia). Setelah kongres yang kedua tahun 1939, pada tanggal 1 Oktober 1940, dipilih pengurus besar yang baru, Drs. A. K. Ghani terpilih menjadi ketua. Pengurus yang baru itu berniat akan membuat persatuan yang semakin kuat dalam tubuh kepartain.
Untuk sekian kalinya setelah kongres yang pertama dan kedua tahun 1937 dan 1939, pada tanggal 10-12 Oktober 1941, kongres ketiga dilaksanakan, dalam kongres yang ketiga ini, Gerindo hendak mendirikan suatu Partai Buruh Politik Indonesia yang baru, namun rencana itu tidak terealisasikan oleh karena sudah ada Gerindo, hal ini dilakukan karena Gerindo itu bukan hanya suatu organisasi politik/partai politik kebangsaan saja tetapi Gerindo berusaha untuk mencapai sautu bentuk masyarakat yang berdemokrasi politik, ekonomi dan sosial dalam artian menuju keadilan sosial yang akan dilaksanakan dengan jalan demokrasi. Dari kongres yang ketiga ini juga diambil kesepakatan bahwa untuk memperteguh barisan demokrasi, kiranya perlu dibebaskannya pemimpin-pemimpin Indonesia yang sudah diasingkan. (A.K. Pringgodigdo, 1991:132)
Adapun kongres yang dilaksanakan Gerindo ini semuanya dipusatkan pada politik, hal ini dikarenakan kemenangan di bidang politik merupakan jalan untuk kemenangan di bidang lainnya. Namun demikian, bidang ekonomi tidak dapat dilupakan karena menurut Gerindo bahwa susunan ekonomi yang baik akan berpengaruh terhadap bidang politik dan sosial. Tentu hal itu membuat antara politik dan ekonomi juga sosial merupakan tali penghubung yang saling mengait dengan erat dan sulit untuk dipisahkan.

Konflik Dalam Tubuh Gerakan Rakyat Indonesia
Seperti gerakan/partai-partai sebelumnya, Gerindo meski dalam perkembanganya mengalami kemajuan yang pesat dalam mencapai tujuannya yaitu di bidang sosial, politik dan ekonomi tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa Gerindo ini memiliki nasib yang sama seperti gerakan/partai-partai sebelumnya yaitu terjadinya konflik.
Konflik yang terjadi dalam tubuh Gerindo ini dimulai ketika Muh. Yamin mencalonkan diri sebagai anggota Volksraad (Dewan Rakyat Hindia-Belanda) untuk mewakili golongan Minangkabau yang tidak mau bekerjasama dengan Gerindo. Pencalonan itu menimbulkan keonaran di tubuh partai sehingga membuat pengurus besar mengadakan pemecatan sementara terhadap Muh. Yamin. Meskipun demikian, Yamin tetap pada pendiriannya, terdorong oleh nafsunya untuk masuk menjadi anggota Volksraad, Yamin tidak menyadari bahwa dirinya telah terperangkap jebakan dan dijadikan alat oleh pemerintah Belanda untuk memecahkan barisan kulit berwarna. Pencalonan Muh. Yamin dikabulkan oleh Gubernur Jenderal Belanda, Yamin menjadi anggota Volksraad. Masuknya Muh. Yamin sebagai anggota Volksraad pada akhirnya membuat dirinya dipecat dari keanggotaan Gerindo secara tidak terhormat. Tindakan yang diambil Yamin itu, oleh anggota Gerindo dianggap sebagai suatu bentuk pengkhianatan terhadap Gerindo.

Peranan Gerindo Pada Masa Penjajahan
Dalam perjalanannya, Gerindo lebih mengutamakan kegiatan di bidang poltik karena kemenangan di bidang politik tersebut merupakan jalan utama membawa rakyat ke susunan ekonomi dan sosial yang lebih baik, jalan untuk mencpaai itu adalah membim bing rakyat sampai mencapai tingkat keinsafan politik, ekonomi dan sosial, menyusun kekuatan rakyat di luar dan di dalam dewan-dewan. gerindo menjunjung tinggi demokrasi, menggambarkan tujuan politik sebagai satu parlemen yang sepenuhnya bertanggung jawab kepada rakyat Indonesia. Tujuan ekonomi sebagai susunan ekonomi yang berdasarkan kooperasi di bawah pengawasan negara, tujuan sosial sebagai satu lingkungan hidup berdasarkan hak dan kewajiban yang sama antara berbagai macam penduduk.
Lahirnya Gerindo dan dalam waktu yang singkat, anggota Gerindo mendirikan cabang-cabang. Cabang-cabang Gerindo tersebar hamper merata di seluruh Indonesia. Pada umumnya suatu cabang Partindo secara otomatis menjadi cabang Gerindo mengingat bahwa Gerindo berdiri setelah Partindo dibubarkan. Pemerintah colonial masih berusaha untuk menghambat perkembangannya. Kecurigaan pemerintah terhadap para mantan anggota Partindo tidak hilang sehingga ada beberapa rapat pendirian cabang Gerindi dibubarkan. Meskipun begitu, aktivitas politik Gerindo tidak akan berhenti, hal ini ditandakan dengan dukungan Gerindo terhadap Petisi Sutarjo yang menuju konferensi imperial di mana utusan-utusan Belanda dan Indonesia yang mempunyai hak sama untuk memusyawarakan kedudukan Indonesia.
Mengenai dewan-dewan, Gerindo mempergunakan dewan-dewan sebagai alat perjuangan dan tempat menyusun kekuatannya untuk mempengaruhi kemajuan rakyat. Partati ini tidak puas terhadap susunan dan kekuasaan dewan-dewan yang ada. Gerindo menuntut parlemen yang sejati, penuh dan bertanggung jawab terhadap rakyat. Untuk itu, Gerindo menuntut hak memilih umum dan langsung. Ditetapkan agar semua wakilnya dalam dewan-dewan menjalankan kewajiban sesuai keinginan rakyat. (Marwati Djoenes Pusponegoro dan Nugroho Notosusanto, 2009:382)