PRAHARA PERANG SALIB
A. Pendahuluan
Perang Salib (The Crusades War) adalah serangkaian perang antara umat beragama Islam dan umat Nasrani, yang terjadi ± pada tahun 1905-1291 M. Bersama dengan berkobarnya perang Salib, di Eropa muncul kekuatan golongan Kesatria untuk melindungi agama Nasrani. Munculnya golongan ini karena masing-masing negeri Nasrani membutuhkan prajurit yang gagah berani, yang dapat menahan serangan musuh dari luar. Untuk mempercepat gerakannya, prajurit ini menaiki kuda dan untuk melindungi badannya mereka memakai baju zirah besi sedangkan mukanya dilindungi oleh topeng besi, senjata yang digunakan yaitu tombak, pedang, kapak dan panah. Prajurit Nasrani ini juga menggunakan salib sebagai simbol perang suci.
Karena golongan kesatria ini jika berperang tidak menerima upah dari raja, maka yang hanya dapat masuk golongan kesatria hanya orang-orang kaya dan mempunyai tanah yang luas. Sebagai kanak-kanak, kesatria itu menjabat pangkat sebagai kesatria anak-anak ialah pengikut raja, untuk mengikuti dan mempelajari adat-istiadat. Jika usianya sudah lanjut, mereka menjadi pembawa tameng, yaitu pembantu kesatria dalam berperang. Sehingga, mereka dapat mempelajari hal ihwal perang. Bila sudah berumur 20 tahun mereka harus menempuh ujian perang untuk mengetahui siasat dan keunggulan tentang perang, jika sudah lulus maka mereka dinyatakan menjadi kesatria.
Didalam ujiannya golongan kesatria ini harus melakukan kegiatan seperti : berjaga-jaga selama satu malam dalam gereja dengan membawa pedang dan senjata lainnya yang diletakkan diatas tempat suci gereja untuk ditahbiskan (disucikan) oleh pendeta sedangkan kesatria-kesatria baru ini harus berjanji : 1. Setia kepada raja (tuannya), 2. Melindungi gereja (agama), para wanita dan anak-anak piatu. Untuk melatih kekuatan fisiknya, kesatria beberapa waktu melakukan latihan perang.
Karena para kesatria berjanji akan melindungi agama (Nasrani), maka ketika agama Nasrani diganggu atau mendapat perlawanan dari umat Islam, kesatria-kesatria Eropa dengan serentak bersatu menghadapi lawannya. Hal ini nampaknya terjadi ketika orang-orang Nasrani melakukan ziarah ke Palestina. Dimana pada tahun 1033 Asia Barat dikalahkan oleh bangsa Turki Seljuk dibawah pimpinan Toghrulbeg. Sehingga, sejak saat itu orang-orang Nasrani mengalami kesulitan untuk berziarah ke Palestina (Yerussalem).
Oleh karena itu, untuk memperoleh keleluasaan berziarah ketanah suci Nasrani (Yerussalem), pada tahun 1095 di Clenmont (Perancis) Paus Urbanus II menyerukan kepada umat Nasrani di Eropa untuk melakukan perang suci. Perang ini kemudian dikenal dengan nama Perang Salib, karena pasukan Nasrani dalam berperang memakai tanda salib pada pakaian yang dipakainya sebagai lambang.
Perang Salib yang berlangsung 200 tahun lamanya (1095-1291 M) telah bertujuan untuk merebut kota suci Palestina, tempat “Tapak Tuhan Berpijak” dari tangan kaum muslimin. Peperangan ini banyak memakan korban baik jiwa maupun harta bahkan hasil kebudayaan yang tidak sedikit jumlahnya. Perang ini meninggalkan sejarah kelam bagi kedua golongan agama tersebut.
Berdasarkan uraian diatas, tulisan ini dimaksudkan untuk menggambarkan peristiwa perang Salib, yang sangat menyedihkan bagi kedua pihak yang bertikai yaitu baik terhadap golongan Nasrani maupun golongan umat Islam. Sebagai gambaran perang terdashyat umat beragama.
B. Faktor-Faktor Peneyebab Perang Salib
Ada beberapa faktor yang memicu terjadinya perang Salib. Adapun yang menjadi faktor penyebab terjadinya perang Salib ada tiga hal yaitu, agama, politik dan sosial ekonomi.
1. Faktor Agama
Baitul Maqdis yang disucikan orang Nasrani jatuh ketangan Islam, yaitu Bani Seljuk. Hal ini menyebabkan pihak Nasrani merasa tidak lagi bebas berziarah ketempat suci mereka itu karena penguasa Bani Seljuk menetapkan sejumlah peraturan yang ditujukan kepada orang yang hendak menziarahi Baitul Maqdis. Penziarahan ke Yerussalem merupakan suatu keyakinan bahwa tidak ada yang bisa membebaskan diri mereka (orang-orang Nasrani), kecuali amal saleh seperti ziarah ketempat suci. Pahala yang besar akan diperoleh bagi mereka yang melakukan ziarah. Terlebih lagi, pahala akan lebih besar lagi diperoleh apabila memerangi orang-orang Islam. Dengan ikut berperang melawan orang-orang Islam (menurut orang-orang Nasrani) maka segala dosa yang ada dapat ditebus. Para penziarah (Nasrani) ini sering mengeluh mendapat perlakuan yang buruk dari orang-orang Islam.
Sebagaimana diketahui, bahwa peristiwa penting dalam gerakan ekspansi Islam yang dilakukan oleh Alp Arselan adalah peristiwa manzikart (1071 M). Perang manzikart ini telah menanamkan kebencian dan permusuhan yang besar bagi orang-orang Nasrani terhadap umat Islam. Karena peristiwa besar ini telah berhasil dimenangkan oleh orang-orang Islam yang hanya memiliki kekuatan 15.000 prajurit sedangkan tentara Romawi (Nasrani) berjumlah 200.000 orang, yang terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, Al-Akraj, Al-Hajr, Prancis dan Armenia. Dendam ini ditambah lagi dengan penguasa Turki Seljuk terhadap Baitul Maqdis, hingga meletusnya perang salib.
2. Faktor Politik
Kekalahan Byzantium (Konstatinopel) di Manzikart (Armenia) pada tahun 1071 dan jatuhnya Asia Kecil kedalam kekuasasan Bani Seljuk telah mendorong Kaisar Alexius I (Kaisar Konstatinopel) untuk meminta bantuan kepada Paus Urbanus II untuk mengembalikan daerah kekusaan pendudukan dinasti Seljuk. Paus Urbanus II berjanji untuk membantu Byzantium dengan janji Kaisar Alexius I bersedia tunduk dibawah kekuasaan Paus di Roma dengan harapan untuk mempersatukan gereja Yunani dan Roma. Pada waktu itu Paus mmiliki pengaruh dan kekuasaan yang sangat besar terhadap raja yang berada dibawah kekuasaannya, seperti Paus dapat menjatuhkan sanksi kepada raja yang membangkang terhadap perintah Paus dengan mencopot pengakuannya sebagai raja.
Di lain pihak, kondisi kekuatan Islam pada waktu itu sedang melemah sehingga orang-orang Nasrani berani ikut mengambil bagian dalam perang salib. Ketika itu dinasti Seljuk di Asia Kecil sedang mengalami perpecahan dan kemunduran dan dinastti Fathimiyah di Mesir dalam keadaan lumpuh sementara kekuasaan Islam di Spanyol semakin goyah. Situasi ini semakin bertambah parah karena adanya pertentangan segitiga antara khalifah Fathimiyah di Mesir, Khalifah abbasyah di Baghdad dan Amir Umayyah di Cordova yang memprolamirkan dirinya sebagai khalifah, situasi yang demikian telah mendorong penguasa Nasrani di Eropa untuk merebut satu persatu daerah kekuasaan Islam, seperti dinasti kecil di Edessa (Raha) salah satu kota keuskupan yang pernah dikuasai Islam dan Baitul Maqdis (Palestina) sebagai kota suci umat Nasrani.
3. Faktor Sosial-Ekonomi
Para pedagng besar yang berada di pantai Timur Laut Tengah, terutama yang berada di kota Venesia, Genoa dan Pisa berambisi untuk menguasai kota dagang di sepanjang pantai timur dan selatan Laut Tengah untuk memperluas jaringan dagang mereka. Untuk itu mereka rela menanggung sebagian dana perang salib dengan maksud menjadikan kawasan tersebut sebagai pusat perdagangan mereka apabila pihak Nasrani Eropa memperoleh kemenangan. Hal itu dimungkinkan karena jalur Eropa akan bersambung dengan rute-rute perdagangan di Timur melalui jalur strategis tersebut. Dengan kata lain Vinesia, Genoa dan Pisa tertarik ikut berperang karena motif komersial.
Disamping itu, stratifikasi sosial masyarakat Eropa saat itu terdiri dari tiga kelompok, yaitu golongan gereja, golongan bangsawan serta kesatria dan golongan rakyat jelata. Meskipun merupakan golongan mayoritas dalam masyarakat, rakyat jelata ini menempati kelas paling rendah. Kehidupan mereka sangat tertindas dan hina. Mereka harus tunduk pada tuan tanah yang sering bertindak sewenang-wenang dan mereka juga dibebani pajak dan kewajiban lainnya. Oleh karena itu mereka di mobilisasi oleh pihak-pihak gereja untuk turut mengambil bagian dalam perang Salib dengan janji akan diberikan kebebasan dan kesejahteraan yang lebih baik apabila perang dapat dimenangkan. Akibatnya para rakyat (Nasrani Eropa) ini menyambut secara sportanitas seruan gereja untuk melibatkan diri dalam perang salib tersebut.
Selain stratifikasi sosial masyarakat Eropa yang memberlakukan sistem diskriminasi terhadap rakyat jelata, saat itu Eropa juga memberlakukan hukum waris yang menetapkan bahwa anak tertua yang berhak menerima harta warisan. Apabila anak tertua meninggal, harta warisan harus diserahkan pada gereja, hal ini telah menyebabkan populasi (jumlah) orang miskin semakin meningkat. Akibatnya anak-anak yang miskin sebagai konsekuensi hukum waris yang mereka taati itu mengikuti seruan gereja dengan harapan yang sama yaitu untuk mendapatkan perbaikan ekonomi.
Peningkatan taraf sosial telah menjadi salah satu motif yeng mendorong sebagian orang Eropa untuk berperang, Para budak yang berkerja di perkebunan mendapat peluang yang tepat untuk memperoleh kemerdekaan. Karena kewenangan dari perang Salib dapat menjamin kehidupan para budak.
C. Priodesiasi Perang Salib
Para sejarawan berbeda pendapat dalam menetapkan priodesiasi perang Salib. Prof Ahmad Syalabi dalam Al-Tarikh Al-Islami Wa Al-Hadharat Al-Islamiyah membagi priodesiasi perang Salib atas tujuh priode sementara menurut Badri Yatim perang Salib dibagi atas tiga periode sementara menurut Phillip K. Hitti pembagian priodesiasi perang Salib juga terbagi menjadi tiga periode, yaitu :
1. Periode penaklukan (1095-1144 M)
2. Periode reaksi umat Islam ( 1144-1192 M)
3. Periode perang saudara kecil-kecilan atau periode kehancuran dalam pasukan tentara salib (1192-1291 M)
Jadi, secara garis besar menurut hemat penulis perang Salib pada umumnya dapat dikelompokan kedalam tiga periode. Karena, berdasarkan pembabakan secara kronologis pristiwa perang Salib terdiri atas masa penaklukan ; (conquista) dan perebutan kembali daerah-daerah Nasrani yang sudah dikuasa oleh Islam (Reconquista). Masa reaksi umat Islam ; jatuhnya beberapa wilayah kekuasaan Islam ketangan prajurit salib telah membangkitkan umat Islam menghimpun kekuatan. Selanjutnya masa kehancuran pasukan salib yaitu ; suatu masa penurunan kekuatan dan semangat pasukan Nasrani akibat adanya ambisi politik untuk mendapatkan kekuasaan dan sesuatu yang bersifat materialistik dalam rangka untuk mencari kekayaan yang terlihat dalam semboyan Gold, Gospel, Glory.
1. Periode Penaklukan ( 1095-1144 M)
Periode pertama dinamakan periode penaklukan karena pada periode ini muncul jalinan kerjasama antara Kaisar alexius I dengan Paus Urbanus II yang berhasil membangkitkan semangat umat Nasrani dalam mempertahankan hegemoni kekaisaran Byzantium yang telah berhasil dikuasai oleh Bani Seljuk, sebagaimana diketahui timbulnya kebencian mendalam pada diri orang-orang Eropa saat menyaksikan kemajuan demi kemajuan yang telah dicapai umat Islam pada masa klasik, sehingga menyebabkan adanya persaingan pengaruh antara Islam dan Nasrani. Karena, ketika Islam berkembang pada masa klasik, kondisi orang-orang Nasrani Eropa sangat terkebelakang. Hal ini disebabkan oleh adanya larangan keras dari gereja terutama dalam memberi kebebasan bagi manusia untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
Pada periode penaklukan ini umat Nasrani Eropa secara spontan terbius dengan seruan Paus untuk melakukan penyerangan terhadap umat Islam. Menurut penilaian Phillip K. Hitti, seruan atau pidato Paus Urbanus II merupakan seruan atau pidato yang paling berkesan di sepanjang sejarah yang dibuat Paus. Karena pidato itu menggema keseluruh penjuru Eropa, yang membangkitkan seluruh negara Nasrani dalam mempersiapkan berbagai bantuan untuk mengadakan penyerbuan.
Pada awal penaklukan ini, gerombolan prajurit Nasrani terdiri atas orang-orang Nasrani dari kalangan rakyat jelata yang berusaha mengadu peruntungan dari perang salib sehingga mereka tidak disiplin dan tanpa persiapan perang yang matang. Didalam perjalanan menuju kota Konstatinopel (Byzantium) mereka saling melakukan perampokan, penjarahan, pembantaian dan pembunuhan terhadap penduduk yang tidak berdosa. Gerakan ini dipimpin oleh Pierre L. Ermite. Akibatnya gerakan sporadis ini dapat dikalahkan oleh Bani Seljuk. Selanjutnya pasukan salib berikutnya dipimpin Goufrey of Bouillon, gerakan ini merupakan gerakan militer yang terorganisir. Pasukan ini berhasil merebut wilayah-wilayah kekuasaan Islam (conquesta) dan juga berhasil merebut kembali wilayah-wilayah Nasrani yang pernah dikuasai oleh Islam (Reconquesta), seperti kota Edessa, Tarsus, Antioka, Allepo (1098), Baitul Maqdis (1099), sedangkan kota Tripoli, Tyre dan Akka pada tahun (1109).
Akibat penaklukan Nasrani ini, maka berdirilah empat kerajaan Latin Nasrani di Syam dan Palestina, yaitu :
1. Kerajaan Baitul Maqdis diperintah oleh Godfrey of Bouillon
2. Kerajaan Edessa diperintah oleh Baldawin
3. Kerajaan Antioka diperintah oleh Bohemond
4. Kerajaan Tripoli diperintah oleh Raymond
2. Periode Reaksi Umat Islam ( 1144-1192)
Jatuhnya beberapa wilayah kekuasaan Islam ke tangan pasukan salib ternyata telah membangkitkan kaum muslimin menghimpun kekuatan untuk menghadapi umat Nasrani. Dibawah komando Immaduddin Zangi (gubernur Mosul) umat Islam bergerak maju membendung serangan pasukan salib, bahkan upaya ini berhasil merebut kembali Allepo dan Edessa (1151 M). Kemenangan ini merupakan kemenangan pertama kali bagi umat Islam dalam perang Salib. Selanjutnya perjuangan ini dilanjutkan oleh Nuruddin Zanki (karena Immanuddin wafat 1046 M), berhasil merebut kembali kota Antiochea (1149 M) dan Edessa (1151 M). Jatuhnya kota Edessa sebagai kota keuskupan telah menyulut api perang Salib kedua, dengan ditandai seruan Paus Eugenius III yang menyerukan perang suci.
Seruan ini disambut oleh raja Prancis Louis VII dan raja Jerman Codrad II. Keduanya memimpim pasukan Salib untuk merebut wilayah Nasrani di Syria. Pasukan ini dihadang oleh pasukan Nuruddin Zanki dan tidak berhasil memasuki Damaskus, sementara Nuruddin Zanki wafat (1174 M). Akhirnya pimpinan Islam digantikan oleh Shalahuddin Al-Ayyubi adalah merebut Yerussalem (1187 M). Dengan demikian kerajaan Latin (Baitul Maqdis) berakhir.
Jatuhnya Yerussalem ketangan Islam ternyata telah membangkitkan kaum salib untuk mengirimkan ekspedisi militer yang lebih kuat lagi. Ekspedisi ini dipimpin oleh raja-raja besar Eropa, seperti Frederick I (Barbarosa, kaisar Jerman), Richard I (raja Inggris), dan Phillip II ( Augustus, raja Prancis). Pasukan ini bergerak pada tahun 1189 M. Meskipun mendapat tantangan yang berat dari Shalahuddin, pasukan salib berhasil merebut Akka dan dijadikan ibu kota kerajaan Latin Nasrani. Pada tahun 1192 M antara pasukan salib dan Shalahuddin membuat perjanjian yang disebut Shulh Ar-Ramlah. Isi perjanjian itu menyebutkan bahwa orang-orang Nasrani yang berziarah ke Baitul Maqdis tidak akan di ganggu. Setelah perjanjian disepakati, pahlawan islam Shalahuddin wafat (1193 M).
3. Periode perang saudara kecil-kecilan atau periode kehancuran dalam pasukan salib (1192-1291 M)
Periode perang saudara kecil-kecilan atau periode kehancuran dalam pasukan salib karena periode ini lebih disemangati oleh ambisi politik untuk memperoleh kekuasaan dan sesuatu yang besrifat materi dari pada motif agama. Tujuan utama untuk membebaskan Baitul Maqdis (Yerussalem) seolah-olah dilupakan. Dengan adanya ambisi dan keinginan yang berbeda ini telah menyebabkan pasukan salib sering mengalami perselisihan yang tajam, yang pada akhirnya pasukan salib mengalami kelemahan karena tidak mampu membendung ambisi yang ada. Hal ini terlihat ketika pasukan salib yang dipersiapkan untuk menyerang Mesir (1203 M) ternyata tiba-tiba justru membelok ke kota Konstatinopel karena kota Konstatinopel merupakan kota yang sangat strategis bila dilihat dari sudut geografis, yaitu menghubungkan dua benua sekaligus yaitu Asia dan Eropa, sementara situasi perekonomi dagang di kawasan Asia sangat maju.
Dalam periode ini muncul pahlawan wanita dari kalangan Islam yang terkenal yaitu Syajar At-Tuddur. Pasukan yang dipimpinnya berhasil melumpuhkan tentara yang dipimpin raja Louis IX dari Prancis. Karena kebesaran jiwanya, raja Louis IX dibebaskan dan diizinkan kembali ke Prancis. Sikap pahlawan Syajar Ad-Durr ini sekaligus mencerminkan sikap Islam.
Dari uraian diatas nampaknya kemunduran yang dialami tentara salib terutama disebabkan oleh perebutan kekuasaan diberbagai wilayah yang telah dikuasai sehingga antara kerajaan Latin Nasrani yang satu dengan yagn lain tidak terwujud kerjasama yang baik. Sementara didaerah kekuasaan prajurit salib ini juga telah terjadi krisis kepemimpinan karena adanya perasaan ambisi dalam menguasai daerah-daerah taklukannya dan tujuan utama untuk merebut Yerussalem terabaikan karena adanya keinginan dalam mencari kekayaan dan kekuasaan (Gold, Gospel dan Glory).
D. Kesimpulan
Walaupun perang Salib menyebabkan jatuhnya korban bagi kedua belah pihak yang bertikai, namun perang salib telah menjadi jembatan kontak antara Asia dan Eropa. Karena, melalui perang Salib ini Nasrani Eropa ini telah mendapat banyak pelajaran yang berharga dari Islam di Timur yang telah berkembang. Sehingga, dengan terjadinya peristiwa perang salib tesebut Eropa mengalami pencerahan (Renaisance). Oleh sebab itu perang salib juga mempunyai dampak positif bagi Eropa.
1. Bidang Militer
Akibat berlangsungnya perang Salib, dunia Barat banyak menemukan jenis persenjataan modern di Timur, seperti pemakaian bahan-bahan yang mudah terbakar, bahan-bahan peledak dan musiu dari pengaruh Arab, di Syria prajurit salib juga mengenal rebana dan genderang untuk memberikan semangat juang perang Salib. Padahal sebelumnya mereka hanya mengenal trompet yang terbuat dari tanduk.
Disamping itu prajurit salib juga dapat menggunakan siasat dan strategi perang dari pengalaman-pengalaman tentara Islam, seperti penggunaan cahaya lampu, pemakaian perisai, memainkan senjata diatas kuda dan sebagainya.
2. Bidang Pertanian, Industri dan Perdagangan
Sistem pertanian memang baru dikenal di Eropa di Timur Islam dengan menggunakan sistem irigasi yang praktis dengan tehnik hidrolik (tehnik bercocok tanam tanpa tergantung pada musim hujan dan kesuburan tanah). Di negeri Timur prajurit salib baru mengenal jenis tumbuhan seperti cengkih, padi, bahan-bahan minyak wangi dan rempah-rempah. Penemuan terpenting Eropa adalah gula, karena orang-orang Eropa sebelumnya hanya mengenal madu.
Dalam bidang industri, mereka menemukan kain tenun dan peralatan tenun. Selain itu, kemenyan dan getah Arab yang harum juga mereka temukan sebagai bahan untuk membuat parfum atau pengharum ruangan dari Damaskus. Kesemua barang yang ditemukan ini sangat tinggi harga di pasaran international, terutama di Eropa.
3. Bidang Ilmu Pengetahuan
Setelah peristiwa perang Salib kenyataan masyarakat Islam di Timur terlihat jauh sudah sudah maju, karena masyarakat sangat beradab hal ini terlihat dari sifat orang-orang Islam seperti murah hati dan pemaaf. Salah satu buktinya telah dirasakan oleh raja Louis IX dari Prancis yang telah dibebaskan dan diizinkan oleh Syajar At-Tuddur untuk kembali ke Prancis setelah tentara yang dipimpinnya di pukul mundur oleh prajurit Islam.
Sifat yang dimiliki oleh orang-orang Islam ini menunjukkan tingkat pengetahuan yang tinggi. Disamping itu, prajurit-prajurit salib juga banyak yang mengadopsi ilmu pengetahuan dari Islam, seperti ilmu kedokteran, fisika, kimia, navigasi dan lain-lain.
4. Bidang Kesehatan dan Kedokteran
Sebelum perang Salib, dunia Barat belum mengeal rumah sakit. Rumah sakit di Eropa baru dikenal pada abad ke-12. Sedangkan di dunia Timur telah ada rumah-rumah sakit modern, yang memisahkan tempat jenis-jenis penyakit menular dan tidak menular (Baghdad). Di samping itu juga ada ahli ledokteran seperti Al-Razi.
Dengan demikian, peristiwa salib ini telah menyebabkan terbukanya jalan mauk pengaruh Eropa di Timur, sehingga menyebabkan terjadinya kontak budaya pada keduanya. Nampaknya, pengaruh perang Salib bagi masyarakat Islam juga dapat dilihat pada gaya dan seni bangunan masjid yang telah mengadopsi hasil ornament-ornamen gereja. Hal ini dapat dilihat pada masjid Al-Nasr di Kairo.
Daftar Chord-Chord The Rain dalam album
ReplyDelete"Hujan Kali Ini"
01. Terima Kasih Karena Kau Mencintaiku (D)
02. Jangan Pergi (A)
03. Dengar Bisikku (B)
04. Dia Tidak Cinta Sama Kamu (A)
05. Coba Lupakan Kamu (G)
06. Kita Tak Bisa Bersama (G)
07. Tak Pernah Berhenti (G)
08. Surat Untuk Naomi (G)
09. Karena Kita Untuk Kita (E)
10. Pencuri Cinta (G)
11. Jemput Aku Dengan Senyummu (G)
12. Aku Tak Seindah Itu (E)