Oleh :
Kelompok 8
Tri Septio Ningsih ( 35 2009 049 )
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
2011
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………… 2
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………. 3
a. Latar Belakang………………………………………………………….... 3
b. Permasalahan…………………………………………………………….. 3
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………... 5
a. Peranan Negara Iran dalam Perang Dunia I dan Perang Dunia II…… 5
b. Penyebab Negara Iran Terlibat Konflik Dalam Perang Teluk I……… 6
c. Dampak Bagi Negara Iran Pasca Perang Teluk I……………………… 8
d. Sistem dan Bentuk Pemerintahan Iran Sekarang……………………… 9
BAB III PENUTUP………………………………………………………………… 13
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dari segi geopolitik, Iran berada disuatu lokasi yang sangat strategis. Dengan luas wilayah sekitar 1.648.195 kilometer (636.296 mil) persegi, menjadikan Iran sebagai Negara terluas ke-16 di dunia. Iran dikelilingi Negara-negara penting di kawasan benua Asia dan Eropa, seperti Turki, Rusia (dahulu Uni Soviet), Afghanistan, Pakistan dan Irak.
Batasan-batasan Iran dengan Negara para tetangga terdiri dari 5.70 km persegi garis batas daratan dan 2.510 km garis batas air. Garis batas terpanjang hamper seluruhnya ada di seluruh utara, yaitu berbatasan dengan (bekas) Uni Soviet, sepanjang 1.740 km sebagai daerah perbatasan bersama termasuk 630 km batas air. Daerah perbatasan Iran dengan Irak, disebalah barat daya, sepanjang 1.280 km, dan perbatasan dengan Turki di barat laut sepanjang 470 km. Dengan Afganistan di timur laut, Iran bertapal batas sepanjang 850 km, sedangkan dengan Pakistan sepanjang 830 km. Teluk Pasri dan laut Oman terletak di selatan, dengan garis tapal batas perairan sepanjang 1.880 km.
Secara politis, Negara-negara yang mengelilingi Iran, sampai awal 1990-an merupakan Negara-negara yang “rawan”. Pergolakan di sejumlah Negara bekas Uni Soviet sebelum sepenuhnya dapat teratasi, terutama setelah usaha kudeta terhadap Mikhail Gorbachev (Agustus 1991) yang disusul dengan bubarnya Uni Soviet. Irak sampai awal 1993 masih dalam suasana konflik dengan pihak AS dan sekutunya, disamping masih menghadapi perlawanan dari penduduk Syi’ah dan Kurdi. Masalah perang saudara di Afganistan (akibat invansi Uni Soviet, 1979) belum selesai, kendati rezim Nazibullah yang pro-komunis sudah di gulingkan. Ketegangan juga masih menyelimuti Pakistan (menghadapi India dalam menghadapi kasus Khasmir) dan Turki (dalam kasus pemberontakan kaum Kurdi). Dengan Irak, bahkan Iran pernah terlibat perang yang cukup lama (1980-1988). Dalam posisi tersebut, Iran selalu menjadi salah satu faktor terpenting dari strategi global Negara-negara besar. Bukan hanya dari segi politik, tetapi juga dari segi ekonomi. Hal ini disebabkan karena Iran berada di jalur perlayaran internasional.
B. Permasalahan
1. Apakah peranan Negara Iran dalam Perang Dunia I dan Perang Dunia II ?
2. Apa yang menyebabkan Negara Iran terlibat konflik dalam Perang Teluk I ?
3. Jelaskan dampak yang di rasakan Iran setelah Perang Teluk I ?
4. Jelaskan sistem pemerintahan Iran sekarang ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Peranan Negara Iran dalam Perang Dunia I dan Perang Dunia II
Ketika Perang Dunia I, Iran berada di bawah pengaruh Inggris, Rusia dan Jerman. Dalam Perang Dunia I tentara Rusia dipusatkan di beberapa propinsi bagian utara, sedangkan pasukan Inggris menduduki wilayah bagian selatan Iran. Dengan hancurnya rezim Tsaris pada tahun 1917, seluruh wilayah Iran jatuh ke tangan Inggris, dan dengan perjanjian Anglo-Parsian tahun 1919, menjadikan Iran sebagai pemerintahan protektorat Inggris. Pada saat bersamaan Rusia mendukung gerakan kelompok separatis di Jilan dan Azerbaijan dan Partai Komunis di Tabriz dan Teheran. Sekalipun demikian, Inggris dan Rusia menyepakati perjanjian kerjasama dengan beberapa persyaratan yang menguntungkan pihak Iran. Rusia sepakat untuk menarik diri dari Jilan dan menutup hutang dan konsesi Iran, dan menyerahkan kembali hak-hak khusus yang sebelumnya telah diberikan kepada pihak asing di Iran. Rusia bersedia menyediakan industri penangkapan ikan di laut Caspia dan berhak untuk melibatkan diri manakala Iran terancam oleh kekuatan asing lainnya. Dengan dukungan perjanjian baru ini, Iran membatalkan perjanjian 1919 dengan Inggris yang berat sebelah, yang mengakibatkan timbulnya rasa anti-Inggris di Iran.
Ketika Perang Dunia II meletus, Rusia sebagai tetangga Iran, masih merupakan sekutu dengan Jerman, Iran dalam keadaan aman namun setelah Jerman menyerbu Rusia, kedudukan Iran menjadi penting. Tentara Jerman menerobos Rudia Selatan menuju Teluk Persia, hal ini tentu menimbulkan ancaman bagi Rusia dan Inggris serta Iran yang terutama dalam bidang kebutuhan pemasokan minyak untuk angkatan laut dan udara. Kedudukan Iran menjadi penting sekali, hal ini di karenakan Iran terdiri dari banyak bangsa Jerman yang tentu saja menimbulkan keresahan dari Reza Shah Pahlavi. Rusia dan Inggri mengirimkan ultimatum yaitu permintaan agar Iran mengeluarkan orang Jerman yang berada di Iran. Reza Shah Pahlavi menganggap ultimatum itu melanggar kedaulatan Iran, dan permintaan itu di tolak. Di tolaknya ultimatum oleh inggeis dan rusia untuk Iran membuat Inggris dan Rusia pada tanggal 26 Agustus 1941 menyerang Iran, Reza Shah Pahlevi yang merupakan orang Penubuh Iran di turunkan tahtanya dan di buang ke Afrika Selatan.
Setelah Reza Shah Pahlavi diturunkan dari tahtanya yang menggantikan Iran adalah Mohammad Reza anak dari Reza Shah Pahlavi. Reza Pahlevi ini menandatangani Tripartie Treaty of Alliance. Pada 1942 Iran ingin lepas dari perjanjian persahabatan tiga Negara untuk mengambil sikap netral dan tidak terikat oleh Negara lainnya, sehingga Iran terpaksa mengumumkan perang kepada Jerman dan pada tanggal 2 sampai 7 desember 1943 di Teheran di adakan Konperensi Teheran yang mengumumkan deklarasi Teheran.
B. Penyebab Negara Iran Terlibat Konflik Dalam Perang Teluk I
Irak dan Iran merupakan Negara Islam. Sesungguhnya konflik kedua Negara tersebut di karenakan salah satunya karena aliran Sunni dan Syiah yang dianut oleh masing-masing. Di Iran penduduknya 100% beraliran Syi’ah sedangkan di Irak kira-kira 60% beraliran Syi’ah. Tetapi Irak di perintah oleh orang-orang Suni yang minoritas di Negara itu. Orang-orang Syi’ah di Iran mengajak orang-orang Syi’ah di Irak untuk berintak menumbangkan pemerintahan Saddam Hussen. Sebab partai Baath dan Saddam Hussen di anggap anti Islam. Karena merasa terancam dengan aksi orang-orang Syi’ah yang merasa dianaktirikan, pemimpin Syi’ah Bagher Sadr disingkirkan.
Konflik dua Negara juga dikarenakan dulu terjadi perang antara Babilonia dengan Persia. Irak adalah penerus Babilonia sedankan Iran penerus Persia. Dalam sejarah kedua bekas kerajaan telah berperang dan saling menaklukan. Kedua Negara tersebut telah berkonflik sejak dulu, yakni dimulai pada masa kerajaan Mesopotamia hingga kekaisaran Ottoman (antara tahun 1555 dan 1918) mengenai batas wilayah antar Irak dan Iran. Persengketaan batas negara itu terus berlanjut hingga kemudian pada 1975, atas desakan AS, Iran dan Irak menandatangani kesepakatan mengenai batas negara di Algiers, Aljazair. Sejak saat itu, hubungan kedua Negara membaik pada tahun 1978, akan tetapi hubungan kedua Negara tersebut memanas kembali ketika Saddam Husain berkuasa dan mengungkit masa lalu. Saddam jelas-jelas menyobek perjanjian Aljazair di depan televise. Itulah tanda dimulainya perang dengan Iran.
Di Zaman Shah, Iran membuat program industrialisasi yang dipercepat luar biasa telah mempersenjatai dirinya secara berlebihan. Ambisi Iran waktu itu adalah menjadi Negara yang paling maju dan paling kuat di kawasan Timur Tengah. Untuk mewujudkannya mereka berpolitik imperialisme. Mereka tidak segan-segan menguasai tiga pulau di dekat Ormus untuk memungkinkan mengontrol mulut teluk Persia. Dihanjurkannya gerilia progresif di Dhofar dan memaksa Irak untuk berunding mengenai wilayah perairan Shatt Al Arab. Rencana Iran membuat Negara tetangga merasa takut. Hegemoni Iran yang begitu kuat sehingga mendapat julukan “Penjaga Timur Tengah”. Politik Negara Iran ini mendapat dukungan dari Negara-negara barat dan Jepang. Karena dengan itu mereka secara bebas melakukan perjalanan minyak ke Negara mereka. Irak pada saat iu sedang mencapai puncak kejayaannya karena minyak mereka mampu mempercepat proses industrialisasi secara besar-besaran. Mereka dibantu oleh Prancis membangun sentral nukril yang sewaktu-waktu bisa digunakkan untuk membuat nuklir.
Pada saat Iran tak mampu lagi menjadi penjaga Teluk Persia, Irak berambisi untuk menggantikannya karena mereka pada saat itu berada dalam posisi yang kuat. Hubungan antara Irak dengan Iran retak setelah jatuhnya shah pada tahun 1979. Mereka saling memperebutkan Teluk Persia Shatt Al Arab yakni sebuah muara besar dari pertemuan antara sungai Tigris dan Eufrat yang mengalir ke Teluk Persia yang merupakan perbatasan antara Irak, Iran dan Kuwait. Karena kawasan Teluk Persia merupakan kawasan kilang-kilang minyak. Oleh karena itu Irak dibawah kepemimpinannya menginginkan teluk tersebut untuk menjadi bagian dari wilayahnya yang akan mengantarkan Irak menjadi Negara superior di Timur Tengah. Puncaknya, ketika pasukan Irak meyerbu Iran pada tanggal 22 September 1980.
C. Dampak Bagi Negara Iran Pasca Perang Teluk I
Perang Iran-Irak berakhir setelah kedua negara bersedia menerima resolusi DK PBB no. 598 tentang genjatan senjata, dan secara resmi mengakhiri perang yang sudah terjadi selama 8 tahun pada tanggal 20 Agustus 1988. Keduanya kemudian merealisasikan genjatan senjata dengan saling tukar menukar tawanan perang dan kemudian dilanjutkan dengan hubungan diplomatik.
Dengan berakhirnya perang Iran- Irak membawa kerugian besar bagi keduabelah pihak dari segi material, sosila, ekonomi dan politik. Dari segi material bagi masing-masing negara diperkirakan mencapai U$ 500 juta. Sebagai akibatnya pembangunan ekonomi jadi terhambat, produksi minyak menurun sangat drastis dan hal ini jelas mempengaruhi perekonomian dunia, khususya industry- industri di dunia Barat dan Jepang. Di samping itu Mesir yang sejak persetujuan damai dengan Israel dikucilkan oleh negara Arab terutama Saudi Arabia, mulai di dekati kembali. Kerugian lebih besar harus di tanggung Irak karena selama perang Irak memang aktif mencari pnjaman untuk menambah alusista.
Selain itu kondisi dan kemampuan Irak setelah perang Teluk pun jauh di bawah keadaan sebelum Perang Teluk. Ladang minyak dari kedua negara mengalami kerusakan, untuk Irak di daerah Kirkuk, Basra dan Fao, sedangkan untuk Iran mengalami kerusakan di pulau Kharg dan Abadan.
Dalam perang Iran-Irak jumlah korban tewas Irak mencapai 200.000 jiwa lebih, sedangkan korban tewas Iran mencapai 1 Juta jiwa lebih. Iran lebih banyak memakan korban jiwa karena militer Iran banyak mengorbankan tentaranya untuk berhadapan langsung dengan senjata musuh. Jumlah tersebut belum tersebut belum termasuk korban luka parah dan penyakit “sindrom Perang Teluk”.
Setelah perang selesai, terjadi tak terjadi perubahan yang besar pasca perang. Wilayah-wilayah yang menjadi bahan sengketa statusnya kembali seperti sebelum perang dan batas kedua negara juga tidak berubah. Contohnya wilayah perairan Shatt al- Arab tetap dibagi menjadi milik kedua negara. Pasca perang kedua negara juga melakukan perbaikan hubungan bilateral.
D. Sistem dan Bentuk Pemerintahan Iran Sekarang
revolusi Islam Iran yang terjadi pada akhir dekade 70-an, telah berhasil meruntuhkan kekuasaan monarki absolut yang telah dikuasai oleh Dinasti Pahlevi. Revolusi Islam ini telah melahirkan paradigma baru mengenai sistem pemerintahan di Iran. Sistem politik dan bentuk negara Iran berubah, dari monarki absolut menjadi sebuah republik Islam.
Sistem pemerintahan Republik Islam Iran adalah sistem wilayatul faqih yang diatur berdasarkan prinsip-prinsip pemerintahan (wilayatul al-amr), dan kepemimpinan agama. Dalam konstitusi Iran, Undang-Undang Dasar harus mempersiapkan lahan bagi seorang faqih yang memenuhi persyaratan yang diakui sebagai pemimpin oleh rakyat. "Pengaturan urusan-urusan adalah di tangan orang-orang yang alim tentang Allah, yang terpercaya dalam urusan yang menyangkut apa yang dihalalkan dan di haramkan Allah” (Hadits), sebagai bagian dari kewajiban Islam yang sejati, untuk mencegah setiap penyelewengan oleh berbagai organ negara dan tugas-tugas Islam yang hakiki.
Mengenai Bentuk Pemerintahan Iran, semenjak kemenangan revolusi Islam tahun 1979, Imam Khomeini dan para founding father Republik Islam Iran dengan penuh kesadaran memilih bentuk republik. Di satu sisi jelas ini merupakan bukti bahwa mereka tidak tertutup dari gagasan politik baru, di sisi lain ini merupakan bantahan terhadap tuduhan bahwa para tokoh revolusi Iran bermaksud menarik Iran mundur ke jaman abad pertengahan. Republik dipilih tentu saja karena bentuk pemerintahan ini dianggap bisa menjadi wadah bagi pemahaman mereka mengenai tata cara pengaturan negara modern yang sejalan dengan konsep Islam mengenai masalah ini. Meskipun dalam kenyataannya ada banyak hal penting yang perlu diperhatikan.
Konsep republik, sebagaimana di terapkan dalam Republik Islam Iran, telah di modifikasikan dengan konsep kepemimpinan wilayatul faqih, atau pemerintahan para ulama. Modifikasi ini menyentuh ketiga sendi sistem republik, meliputi institusi-institusi -eksekutif, legislatif, dan yudikatif- yang biasa disebut Trias Politika. Hal ini dirasa perlu, mengingat pada sistem ini konsep kepemimpinan Islam - apakah itu namanya wilayah atau imamah - tidak cukup terwakili di dalammya. Ada batas-batas, sebagaimana diatur menurut konsep Trias Politika, yang didalamnya kekuasaan eksekutif ditundukan oleh kekuasaan legislatif. Demikian pula kekuasaan yudikatif mempunyai batas-batasnya sendiri yang membuat mereka tidak leluasa untuk menerapkan hukum Islam.
Dalam hal persetujuannya dengan konsep demokrasi, di mana ditunjukan dengan istilah-istilah "republik", konstitusi, parlemen dan pemilu yang ada dalam system pemerintahan Republik Islam saat ini bukan terletak pada kesepakatannya secara substansial mengenai makna sebagaimana dipahami Barat. Menurut Khomeini sekalipun pemerintahan ini adalah pemerintahan rakyat, tetapi sumber hukum berasal dari Tuhan. Karena itu konstitusi maupun peraturan perundang-undangan haruslah mengacu kepada hukum-hukum Tuhan, yang tertera pada al-Qur'an dan Hadits serta Ijtihad ulama dalam hal ini faqih.
Menurut Imam Khomeini, negara Islam adalah negara hukum. Pemerintahan Islam adalah pemerintahan konstitusional, namun pengertian konstitusional dengan negara hukum di sini berbeda dengan apa yang selama ini dikenal. Pengertian konstitusional yang merujuk pada "hukum yang disesuaikan dengan pendapat mayoritas", tidak dikenal dalam sistem pemerintahan Islam, karena dalam pemerintahan Islam hukum sudah ada, yaitu hukum Tuhan. Dengan kata lain Tuhanlah pemegang kekuasaan legislatif-disamping sebagai pemegang kedaulatan- tertinggi yang sebenarnya, bukan parlemen.
Singkatnya di dalam pemerintahan Islam, jika kekuasaan eksekutif dan legislatif ada pada faqih atau fuqaha yang menjalankan fungsi selaku wakil para Imam, maka kekuasaan legislatif sepenuhnya berasal dari hukum Tuhan. Oleh sebab itu pemerintahan Islam juga disebut sebagai pemerintahan hukum Tuhan atas manusia. Tetapi, bukan berarti tidak diperlukan adanya parlemen. Parlemen diperlukan guna "menyusun program untuk berbagai kementerian berdasarkan ajaran Islam dan menentukan bentuk pelayanan pemerintahan di seluruh negeri".
Sesuai dengan tujuan dan misinya, pemerintahan memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut: (1) mempertahankan lembaga-lembaga hukum Islam; (2) melaksanakan hukum Islam; (3) membangun kembali tatanan yang adil; (5) memungut dan memanfaatkan pajak sesuai dengan ajaran Islam; (6) menentang segala bentuk agresi, mempertahankan kemerdekaan dan integritas territorial tanah Islam; (7) memajukan pendidikan; (8) memberantas korupsi dan segala jenis penyakit sosial lainnya; (9) memberikan perlakuan yang sama terhadap semua warga negara tanpa diskriminasi; (10) memecahkan masalah kemiskinan; dan (11) memberi pelayanan kemanusiaan secara umum.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Iran terletak di antara teluk persia di sebelah utara laut Kaspia. Berbatasan dengan negara Iraq di sebelah barat, Afganistan di sebelah Timur dan Turkmenistan di sebelah timur laut. Iran yan saai ini diperintah oleh Mahmoud Ahmadinejad mengadapi berbagai tekanan khususnya dari Amerika serikat dan Israel disebabkan adanya pengembangan nuklir Iran yang dianggap membahayakan bagi kedua negara tersebut. Iran mengembangkan nuklir demi kepentingan energi negara tersebut. Akan tetapi Amerika Serikat sebagai Negara adidaya tetap bersikeras bahwa pengembangan nuklir Iran akan memberikan ancaman tersendiri karena pengembangan nuklir yang dibuat Iran dibantu oleh Rusia dan Cina.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.google.com.Iran.diunduh:5-12-2011
D.H. Astrid.2011.Sejarah Perang-Perang Besar Di Dunia. Yogyakarta:Familia
Soebantardjo.1962.Sari Sedjarah: Jilid I-II Asia-Australia. Jakarta